TUGAS 3 : UPACARA ADAT
TUGAS 3
UPACARA ADAT “KEBO-KEBOAN” DI DESA ALASMALANG
JAWA TIMUR, BANYUWANGI
DISUSUN OLEH :
NOVITA RAMADINI
1PA09
14519847
JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GUNADARMA
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR
Puji
syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
rahmat dan hidayah-Nya. Sehingga saya dapat menyelesaikan makalah mengenai “Upacara Adat Kebo-keboan di desa Alasmalang, Jawa Timur, Banyuwangi”. Makalah ini disusun
dan dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Budaya Dasar.
Dalam
penyusunan makalah ini, saya merasa masih banyak kekurangan dalam pengerjaan
makalah ini, baik dari susunan, kalimat, maupun dalam materi, mengingat akan
kemampuan yang dimiliki saya belum sempurna. Untuk itu kritik dan saran dari semua
pihak sangat saya harapkan demi penyempurnaan penyusunan makalah ini.
Akhir
kata saya berharap dengan adanya makalah ini, bisa membantu pembaca dan dapat
memberikan manfaat maupun memberikan inspirasi terhadap pembaca. Semoga makalah
ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.
Depok
,5 November 2019
Novita Ramadini
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................... 2
1.3 Maksud dan Tujuan............................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sejarah
Upacara Adat Kebo-keboan.................................................................... 3
2.2 Makna kostum
Kebo-keboan............................................................................... 5
2.3 Pihak
yang terlibat Upacara Adat Kebo-keboan.................................................. 5
2.4 Jalannya Upacara
Adat Kebo-keboan.................................................................. 5
2.5 Foto Upacara Adat Kebo-keboan........................................................................ 5
2.5 Foto Upacara Adat Kebo-keboan........................................................................ 5
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 10
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kerbau
adalah salah satu hewan paling populer di Indonesia. Mereka memainkan peran
penting dalam kehidupan pertanian. Secara tradisional, kerbau air dikenal
sebagai teman kerja bagi petani di sawah. Di desa Alasmalang, kota Banyuwangi
di provinsi Jawa Timur, kerbau adalah ikon upacara adat yang bisa menarik
banyak pengunjung.
Menurut
penanggalan Jawa, pada bulan Suro, masyarakat akan menggelar upacara
berpura-pura seperti kerbau air, atau "Kebo-keboan" dalam bahasa
Jawa. Mereka akan melukis wajah dan tubuh mereka dengan warna hitam, memakai
lonceng kerbau dari bahan kayu pada leher mereka yang disebut"kelunthung
kayu" dengan gelang lonceng yang dililitkan di tangan dan kaki sehingga
menyerupai seekor kerbau. Setiap peniru akan melakukan ritual ini dengan dan
berperan menjadi kerbau, termasuk membajak tanah, menanam, dan menyirami hasil
panen.
Warga
pun bekerjasama untuk mengubah desa menjadi sawah, dengan dihiasi dengan pohon
pisang, padang rumput, dan tanaman lainnya agar desa terlihat seperti sawah
yang sebenarnya. Sepanjang festival, jalanan akan ditutupi tanaman dan rumput
yang disiapkan oleh para peserta. Pompa air raksasa terpasang di sudut
perempatan untuk untuk mengubah sebuah sudut perempatan desa menjadi tergenang
air. Perempatan tersebut menjadi titik temu peniru kerbau air yang akan
berbaris menuju arah keempat penjuru mata angin.
Rangkaian upacara adat tradisional Kebo-keboan
ini sebenarnya telah dimulai sejak satu minggu sebelumnya ketika orang
berkumpul untuk berdoa di makam mbah
Buyut Karti, leluhur yang memulai tradisi ini 300 tahun yang lalu. Upacara Kebo-keboan
ini adalah festival syukuran budaya untuk merayakan kesuksesan panen. Ini juga
merupakan momen untuk meminta pada Tuhan agar sawah diberi kesuburan dan
kemampuan untuk menghasilkan panen yang berkualitas baik di tahun-tahun
berikutnya.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sejarah adanya upacara adat Kebo-keboan ?
2. Bagaimana jalannya upacara adat Kebo-keboan ?
3. Siapa saja yang terlibat dalam upacara adat Kebo-keboan ?
1. Bagaimana sejarah adanya upacara adat Kebo-keboan ?
2. Bagaimana jalannya upacara adat Kebo-keboan ?
3. Siapa saja yang terlibat dalam upacara adat Kebo-keboan ?
1.3 MAKSUD DAN TUJUAN
1. Menambah
wawasan mengenai budaya lokal di Banyuwangi
2. Dapat
memperkenalkan budaya Kebo-keboan ke kalangan masyarakat yang lain
3.
Mengetahui
sejarah munculnya upacara Kebo-keboan
4. Mengetahui rangkaian upacara Kebo-keboan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 SEJARAH
UPACARA ADAT KEBO-KEBOAN
Kesenian di Banyuwangi tepatnya Desa
Alasmalang yakni Kebo-keboan sudah ada sejak abad-18. Keberadaan kesenian Kebo-keboan
yang sudah lama muncul itu kini menjadi tradisi masyarakat Alasmalang.Dalam
menjelang bulan suro masyarakat Alasmalang beramai-ramai melaksanakan tradisi
ini. Kebo-keboan bermula dari adanya permasalahan besar yang melanda masyarakat
Alasmalang. Masyarakat yang mayoritas bermatapencaharian sebagai petani pada
saat itu mengalami gagal panen besar-besaran atau masyarakat menyebutnya
sebagai pagebluk. Pagebluk sama artinya dengan larang pangan. Gagal panen yang
terjadi disebabkan akibat hama tikus yang berkepanjangan. Sehingga membuat
lahan petani menjadi rusak dan berakibat sulit untuk bekerja. Selain peristiwa
pagebluk, masyarakat saat itu terserang penyakit yang tidak diketahui apa
penyebabnya. Berbagai obat diberikan, namun tidak ada satupun yang bisa
menyembuhkan penyakit yang menyerang masyarakat Alasmalang itu. Penyakit itu
sangat menyiksa masyarakat apalagi dengan bersamaannya gagal panen yang sedang
melanda. Menyaksikan masyarakat yang resah dengan masalah yang melanda, membuat
sesepuh masyarakat Alasmalang untuk bertindak menyelamatkan dari
permasalahannya. Sesepuh masyarakat Alasmalang itu bernama Buyut Karti.
Buyut
Karti merasa iba melihat peristiwa itu, beliau melakukan meditasi di suatu
bukit. Setelah meditasi akhirnya datanglah sebuah wangsit untuk Buyut Karti.
Beliau di perintahkan untuk melakukan ruwatan atau ritual dengan mendadani
beberapa orang seperti hewan kerbau lalu bertingkahlaku layaknya hewan kerbau
dan mengagungkan Dewi Sri yang dipercaya sebagai simbol kemakmuran. Kemudian
kembalilah Buyut Karti ke Desa Alasmalang setelah selesai dengan meditasinya.
Mengenai apa yang telah didapatnya lalu disampaikanlah kepada masyarakat untuk
menggelar ritual tersebut. Dari peristiwa ini dijulukilah ritual Kebo-keboan. Alasan
yang menjadikan mengapa ritual tersebut harus meniru hewan kerbau dan
mengagungkan Dewi Sri, karena masyarakat yang mayoritas bermatapencaharian
sebagai petani sehingga digunakannya hewan kerbau. Karena hewan ini menjadi
lambang hubungannya dengan petani saat di sawah dan Dewi Sri dianggapnya
sebagai symbol kemakmuran. Tanpa menentang apa yang diperintahkan Buyut Karti,
mereka pun beramai-ramai melaksanakan ritual tersebut dan berharap supaya cepat
hilangnya masalah yang sedang melanda masyarakat.
Setelah
berjalannya ritual ini dan diiringi dengan memohon kepada Yang Maha Kuasa, maka
bebaslah masyarakat dari masalah yang sudah melandanya. Peristiwa yang dialami
petani yang dulunya mengalami larang pangan kini menjadi mudah setelah
dilakukannya ritual tersebut dan memohon kepada Tuhan. Selain itu, penyakit
yang melanda masyarakat akhirnya mendadak sembuh seperti datang sebuah
keajaiban. Masyarakat Desa Alasmalang bersyukur lepas dari permasalahan yang
membelit mereka. Sebagai rasa syukur dan menghargai apa yang sudah Buyut Karti
lakukan untuk membantu orang-orang yang kesusahan, maka ritual Kebo-keboan ini
dijadikannya sebuah tradisi masyarakat Desa Alasmalang. Setiap bulan Suro
digelarlah tradisi Kebo-keboan ini dengan peran masyarakat berdandan sebagai
hewan kerbau.
Tradisi
yang digelar masyarakat Alasmalang awalnya berjalan lancar.Namun, datangnya
perbedaan pendapat oleh masyarakat membuat tradisi yang sudah dijalankan
disetiap bulan Suro ini hampir tersisihkan. Perbedaan tersebut berupa anggapan
yang tidak sejalan oleh sebagian masyarakat karena beranggapan bahwa ritual
kebo-keboan menyimpang dari agama islam. Mereka beranggapan bahwa tradisi
tersebut menyembah batu yang terdapat pada salah satu ritual tradisi Kebo-keboan.
Akibatnya dari permasalahan tersebut menyebabkan tradisi kebo-keboan vakum
selama 30 tahun. Kemudian lahir seorang putra keturunan Buyut Karti bernama
Wasono yang saat itu menjabat sebagai kepala dusun Krajan desa Alasmalang sadar
bahwa budaya yang dibawa mbah buyutnya perlu dilestarikan dan dibangun kembali
walaupun banyak berbagai pihak yang kurang setuju dengan diadakannya kembali
tradisi kebo-keboan. Namun, Pak Wasono tetap teguh dengan tujuannya
mempertahankan peninggalan mbah buyutnya yang sudah vakum 30 tahun akibat
permasalahan yang ada pada saat itu. Berbagai usaha Pak Wasono dilakukan sampai
akhirnya kembalilah tradisi tersebut untuk dilestarikan masyarakat Alasmalang. Setelah
melewati berbagai konflik yang ada pada tradisi Kebo-keboan, sampai sekarang
tradisi tersebut sudah berjalan dengan baik disetiap bulan Suro.
2.2 MAKNA
KOSTUM KEBO-KEBOAN
Berbagai makna simbolis yang ada terbentuk dari suatu
peristiwa-peristiwa mengenai interaksi manusia dan lingkunganya, antara lain:
- Kerbau mengandung kekuatan penolak terhadap gejalagejala kekuatan jahat. Selain itu masyarakat Banyuwangi terutama daerah Alasmalang yang sebagian besar adalah petani yang dekat dengan hewan kerbau.
- Warna hitam dan merah merupakan warna dominasi Kebo-keboan yang merupakan simbolisasi pertarungan kekuatan baik dan jahat.
- Tanduk kerbau pada kostum Kebo-keboan memiliki simbol perlawanan terhadap kekuatan jahat yang datang. Sehingga ritual Kebo-keboan dimaksudkan menolak bala dan membetengi desa Alasmalang dari berbagai bencana yang tidak diinginkan.
2.3 PIHAK
YANG TERLIBAT UPACARA ADAT KEBO-KEBOAN
Pemimpin
upacara Kebo-keboan ini bergantung pada kegiatan atau tahap yang dilakukan.
Pada tahap selamatan di Petaunan, yang bertindak sebagai pemimpin upacara adalah
kepala Dusun. Sedangkan yang, bertindak sebagai pemimpin upacara saat ritual
ider bumi dan Kebo-keboan adalah seorang pawang yang dianggap sebgai orang yang
ahli dalam memanggil roh-roh para leluhur.
Adapun pihak yang
terlibat dalam penyelenggaraan upacara :
1.
Aparat
Desa Alasmalang
2.
Warga
masyarakat yang membantu menyiapkan perlengkapan upacara maupun menjalankan
aksi
3.
Empat
orang atau lebih yang nantinya akan menjadi Kebo-keboan
4.
Beberapa
kelompok kesenian yang ada di wilayah Alasmalang
2.4 JALANNYA
UPACARA ADAT KEBO-KEBOAN
Satu
minggu menjelang waktu upacara Kebo-keboan tiba, warga masyarakat yang berada
di Dusun Krajan mengadakan kegiatan gotong royong untuk membersihkan lingkungan
rumah dan dusunnya. Selanjutnya, satu hari menjelang pelaksanaan upacara, para
ibu bersama-sama mempersiapkan sesajen yang terdiri atas: tumpeng, peras, air
kendi, kinang ayu, aneka jenang, inkung ayam dan lain sebagainya. Selain itu,
dipersiapkan pula berbagai perlengkapan upacara seperti para bungkil, singkal,
pacul, pera, pitung tawar, beras, pisang, kelapa dan bibit tanaman padi.Seluruh
sesajen tersebut selain untuk acara selamatan, nantinya juga akan ditempatkan
di setiap perempatan jalan yang ada di Dusun Krajan.pada malam harinya para
pemuda menyiapkan berbagai macam hasil tanaman palawija seperti pisang, tebu,
ketela pohon, jagung, pala gumantung, pala kependhem, pala kesimpar. Tanaman
tersebut kemudian ditanam kembali di sepanjang jalan Dusun Krajan.
Selain
itu, mereka mempersiapkan pula bendungan yang nantinya akan digunakan untuk
mengairi tanaman palawija yang ditanam. Pagi
harinya, sekitar pukul 08.00, diadakan upacara di Petaunan yang dihadiri oleh
panitia upacara, sesepuh dusun, modin, dan beberapa warga masyarakat Krajan.
Pelaksanaan upacara di tempat ini berlangsung cukup sederhana, yaitu hanya
berupa kata sambutan dari pihak panitia upacara, kemudian dilanjutkan dengan
doa yang dipimpin oleh modin dan diakhiri dengan makan bersama. Selanjutnya, para peserta upacara yang
terdiri dari para sesepuh dusun, seorang pawang, perangkat dusun, dua pasang
kebo-keboan (setiap kebo-keboan berjumlah dua orang), para pembawa sesajen,
pemain musik hadrah, pemain barongan dan warga Dusun Krajan akan melakukan
pawai ider bumi mengeliling Dusun Krajan.
Pawai
ini dimulai di Petaunan kemudian menuju ke bendungan air yang berada di ujung
jalan Dusun Krajan. Sesampainya di bendungan, jagatirta (petugas pengatur air)
akan segera membuka bendungan sehingga air mengalir ke sepanjang jalan dusun
yang sebelumnya telah ditanami tanaman palawija oleh para pemuda. Sementara,
para peserta upacara segera menuju ke areal persawahan milik warga Dusun
Krajan. Di persawahan inilah Kebo-keboan tersebut memulai memperlihatkan
perilakunya yang mirip seperti seekor kerbau yang sedang membajak atau
berkubang di sawah. Pada saat Kebo-keboan sedang berkubang, sebagian peserta
upacara segera turun ke sawah untuk menanam benih padi. Setelah benih tertanam, para peserta yang
lain segera berebut untuk mengambil benih padi yang baru ditanam tersebut.
Benih-benih yang baru ditanam itu dipercaya oleh warga masyarakat Dusun Krajan
dapat dijadikan sebagai penolak bala, mendatangkan keberuntungan serta membawa
berkah. Pada saat para peserta memperebutkan benih tersebut, para Kebo-keboan
yang sebelumnya telah dimantrai oleh pawang sehingga menjadi trance, akan
segera mengejar para pengambil benih yang dianggap sebagai pengganggu.
Namun,
para Kebo-keboan itu tidak sampai mencelakai para pengambil benih karena sang
pawang selalu mengawasi setiap geraknya. Setelah dirasa cukup, maka sang pawang
akan menyadarkan Kebo-keboan dengan cara mengusapkan pitung tawar pada bagian
kepalanya. Setelah itu, mereka kembali lagi ke Petaunan. Sebagai catatan, sebelum tahun 1965
pelaksanaan ider bumi tidak hanya mengelilingi sepanjang jalan Dusun Krajan
saja, melainkan juga ke arah batu besar yang ada di empat penjuru angin yang
diawali dengan berjalan ke arah timur menuju Watu Lasa, kemudian ke barat
menuju Watu Karang, lalu ke selatan menuju Watu Gajah dan ke arah utara menuju
Watu Naga.
Sesampainya
di Petaunan, peserta upacara kembali ke rumah masing-masing sambil membawa padi
yang tadi mereka ambil di sawah untuk dijadikan sebagai penolak bala dan juga
sekaligus pembawa berkah. Malam harinya, mereka kembali lagi ke Petaunan untuk
menyaksikan pagelaran wayang kulit dengan lakon Sri Mulih yang mengisahkan
tentang Dewi Sri. Lakon tersebut dipentaskan dengan harapan agar warga Dusun
Krajan mendapatkan hasil panen padi yang melimpah. Dan, dengan dipentaskannya
kesenian wayang kulit di Petaunan itu, maka berakhirlah seluruh rentetan dalam
upacara Kebo-keboan di Dusun Krajan.
Warga
menyambut ritual ini mirip perayaan hari raya. Hari pelaksanaan upacara
dihitung menggunakan kalender Jawa kuno. Biasanya kepastian itu diputuskan para
sesepuh adat. Pada hari pelaksanaan, seluruh warga membuat tumpeng ayam. Sesajen ini dimasak secara tradisional
khas suku Using, yakni pecel ayam, daging ayam dibakar dan dicampur urap kelapa
muda.
Menjelang
siang hari, warga berkumpul di depan rumah masing-masing. Beberapa orang
bergerombol di pusat desa bersama para pejabat dan undangan. Dipimpin sesepuh
adat, warga berdoa menggunakan bahasa Using kuno. Usai berdoa, warga berebut
menyantap tumpeng yang diyakini mampu memberikan berkah keselamatan.
2.5 FOTO-FOTO
UPACARA ADAT KEBO-KEBOAN
BAB III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Di
Desa Alasmalang, Banyuwangi, Jawa Timur, kerbau tidak hanya sekedar dikenal
sebagai pembantu petani dalam bekerja di sawah. Kerbau menjadi simbol keuletan
dan kekuatan dalam bekerja, bahkan dijadikan sebagai “bintang utama” dalam
tradisi Kebo-keboan. Dapat disimpulkan bahwa upacara adat Kebo-keboan adalah
bentuk rasa syukur warga desa Alasmalang kepada bumi.
Selama
ini, bumi dinilai telah memberikan banyak hal bagi kehidupan warga desa itu.
Mulai tanah yang subur dan mudah ditanami, cuaca yang mendukung, hingga dataran
yang indah. Belum lagi harmoni kehidupan semua makhluk hidup di kawasan itu
yang tertata harmonis. Kebo-keboan merupakan salah satu aset upacara tradisi
yang dimiliki Banyuwangi. Kita sebagai masyarakat harus mendukung dan ikut
melestarikan kebudayaan ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Munir,Misbachul.2017.Upacara Adat Kebo-keboan di Banyuwangi,Indonesia. (https://snapshot.canon-asia.com/indonesia/article/id/the-traditional-ceremony-of-water-buffalo-impersonation-in-banyuwangi-indonesia, diakses pada
tanggal 30 Oktober 2019).
Laros,Say,Mas.2011. Sejarah Tradisi Kebo-Keboan Kabupaten Banyuwangi. (https://kanal3.wordpress.com/2011/08/12/sejarah-tradisi-kebo-keboan-kabupaten-banyuwangi/, diakses pada
tanggal 30 Oktober 2019).
Bachtiar,Mochamad.___. Budaya: Upacara Kebo-Keboan pada masyarakat Banyuwangi.Makalah. Dikutip dari (https://www.scribd.com/doc/36337062/makalah-seni-budaya-kebo-keboan,
diakses pada tanggal 5 November 2019).
Hady, Prasetya, Ahmad.2016. Penciptaan
kostum Kebo-keboan (sebuah inovasi kostum pertunjukan diluar acara ritual. (http://digilib.isi.ac.id/1531/7/Jurnal.pdf, diakses pada tanggal 5 November 2019).
(http://jasmerahsmanggar.blogspot.com/2017/05/sekilas-tentang-tradisi-kebo-keboan-di.html, diakses pada
tanggal 30 Oktober 2019).
SUMBER
GAMBAR
https://pesona.travel/keajaiban/3336/tradisi-kebo-keboan-saat-warga-krajan-berubah-jadi-kerbau
Comments
Post a Comment